Sewaktu mengikuti acara adat Medeeng |
Medeeng adalah salah satu adat yang dilakukan untuk upacara yang berkaitan dengan upacara kematian yakni ngaben. Medeeng ini adalah adat khas Buleleng, Bali Utara. Sebuah upacara yang banyak melibatkan kaum laki-laki dan perempuan yang masih muda, dan sebagai ajang pamer kegagahan dan kecantikan yang dimiliki oleh anggota keluarga.
Acara medeeng ini banyak memakan biaya apalagi jika riasan yang dipakai sangat mewah, dan memang untuk biaya sewa pakaiannya pun juga mahal. Adat medeeng ini membutuhkan persiapan waktu yang cukup lama yakni sekitar sebulan lebih.
Ketika
Gunung Agung meletus, tahun 1963, banyak mayat yang harus diaben.
Terutama orang-orang yang sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hal itu
menjadi masalah besar. Berangkat dari permasalahan tersebut, mulailah
ada gagasan untuk mengadakan upacara pengabenan secara massal. Konon,
yang meneratas jalan untuk mengadakan upacara pengabenan massal itu
adalah masyarakat di daerah Pengastulan, Buleleng. Dan, hingga kini,
ngaben massal sudah merupakan hal yang umum dilakukan di Bali.
Rangkaian
upacara ngaben, meskipun telah disederhanakan, masih terasa suasana
kemewahannya. Di antaranya, pada rangkaian prosesi yang disebut medeeng,
sebuah “parade sore”. Para deeng, kawula muda, terutama yang
belum menikah, yang mengikuti upacara medeeng, berpakaian upacara serba
lengkap dengan hiasan yang serba warna emas. Bahkan ada yang menggunkan
hiasan emas murni, terutama para deeng dari keluarga kaya. Mereka adalah
simbolisasi para apsara (bidadara) dan apsari (bidadari) yang gagah dan
cantik. Upacara yang dilakukan sore hari ini, menurut para orang tua,
adalah “dramatisasi apsara dan apsari yang mengantar keberangkatan si
mati menuju nirwana”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar